Waktu Kecil

Archive for Desember 2012

Liburan kenaikan kelas kali ini, Antok dan Antik ingin berlibur ke rumah Nenek. Papa dan Mama sangat setuju.

“Nenek pasti gembira melihat kalian datang,” kata Papa.

“Tapi ingat,” sambung Mama.

“Jangan lupa membantu pekerjaan di rumah Nenek. Sebab di sana tidak ada pembantu!”

“Dan yang paling penting,” tambah Papa lagi, “Jangan ganggu anjing- anjing Peking piaraan Nenek.”

Antok dan Antik teringat saat mengunjungi rumah nenek dua tahun lalu. Di sana ada beberapa anjing mungil piaraan Nenek. Anjing-anjing itu jenis anjing Peking. Selain imut, anjing-anjing itu tidak gaiak. Sudah dua hari Antok dan Antik berada di rumah Nenek. Seperti kata Papa, Nenek sangat senang akan kedatangan mereka. Berbagai macam makanan dibuat Nenek untuk menyenangkan mereka.

Hari ini, Nenek sibuk mernbuat kue lapis iegit dibantu Antik. Pada mulanya Antok turut membantu juga. Namun beberapa saat kemudian, Antok menjadi bosan. Pembuatan kue lapis legit itu terlalu lama dan menjemukannya. la pun memutuskan untuk bersepeda di halaman rumah Nenek yang luas.

“Tapi jangan merusak tanaman Nenek, ya!” pesan Nenek ketika Antok minta izin.

Di halaman rumah Nenek yang luas itu memang terdapat rumpun mawar dan melati. Selain memelihara anjing-anjing peking, merawat bunga adalah kegemaran Nenek yang kedua. Antok mendorong keluar sepeda yang ia pinjam dari teman tetangga. Lalu mulai berputar-putar di halaman Nenek. Awalnya pelan-pelan saja. Lalu makin lama makin cepat. Dan makin cepat lagi. Angin yang berdesir-desir di kupingnya membuat ia merasa seperti pembalap profesional.

Tiba-tiba, dari dalam rumah Nenek berlari seekor anjing kecil. Ia melintas tepat di depan Antok. Dan Antok tak sempat mengerem sepedanya. Ah, anjing itu pun mati tergilas.

“Bagaimana ini? Nenek pasti marah besar padaku!” Antok panik dan takut.

la segera mencari akal. Di dekat rumpun bunga mawar dan melati, Antok melihat tanah kosong yang tidak ditanami. Ia segera menggali tanah itu dan mengubur Peking kecil tadi. Antok tak Iupa menabur daun kering di atasnya. Sehingga tidak tampak tanah itu baru saja digali. Setelah itu Antok berbuat seolah-olah tidak terjadi apa-apa. la pun mulai bermain sepeda lagi. Namun hatinya tidak tenteram. Antok, Antik dan Nenek menyudahi makan malam mereka.

Hari ini giliran Antik yang mencuci piring. Namun Antik tampak sengaja berlama-lama menyeruput sisa supnya. Seolah-olah hari ini bukan tugasnya untuk membersihkan piring.

Setelah Nenek beranjak ke ruang depan, Antik segera berkata pada Antok, “Kamu yang cuci piring, Tok.”

Antok terperangah. “Kok aku lagi? Tadi siang kan aku yang cuci piring. Sekarang giliran kamu, dong,” protes Antok.

“Memang, sih. Tapi ingat, yang di dekat rumpun mawar melati itu, Tok!” ucap Antik dengan gaya acuh.

“Kenapa dengan yang di dekat rumpun mawar melati itu?” Antok pura-pura tidak tahu.

“Masak Iupa sih?” sindir Antik.

“Yang kemudian ditaburi daun kering itu, lho.” Antok segera mengerti.

Rupanya rahasianya telah diketahui Antik. Kalau sampai Antik melapor pada Nenek, bisa berabe jadinya. Tanpa berkata apa-apa lagi Antok segera mengangkat piring-piring kotor ke dapur dan membersihkannya. Sejak itu, setiap kali giliran Antik untuk cuci piring, ia akan berkata,

“Yang di dekat rumpun mawar melati», Tok!” Dan mau tak mau Antok pun menggantikan tugas Antik.

Satu hari, dua hari, tiga hari, Antok masih bisa bertahan. Namun sekarang sudah seminggu Antik berbuat sewenang-wenang padanya Antok merasa kesabarannya sudah habis. la harus berbuat sesuatu untuk menghentikan Antik. Malam harinya, Antok mendekatn Nenek yang sedang merajut taplak meja.

“Nek,” panggil Antok Nenek mengangkat kepaianya dan menatap Antok.

“Kenapa ?” tanya Nenek

“Antok mau mengaku dosa, kata Antok dengan kepala menunduk

“Mengaku dosa? Soal apa ?“ ”

Antok bersalah, Nek Antok telah menggilas salah seekor anjing Nenek. Karena takut, Antok menguburnya di dekat rumpun mawar melati. Antok minta maaf, Nek!” kata Antok dengan berurai air mata

“Nenek sudah tahu, Tok Nenek belum begitu pikun sehingga tidak tahu ada anjing yang hilang. Awalnya Nenek masih menduga-duga ke mana hilangnya anjing itu. Tapi sejak melihat perubahan sikapmu belakangan ini, Nenek segera tahu apa yang telah terjadi. Apalagi setiap kali Antik berkata : Di dekat rumpun melati, Tok, kamu segera mengambil alih tugas Antik untuk mencuci piring.”

“Kenapa Nenek tidak bilang-bilang Kalau Nenek bilang Antok kan tidak perlu dikerjai Antik begitu lama.”

“Karena Nenek sedang menunggu Antok mengaku sendiri.” “Dan Nenek mau memaafkan Antok, kan ?” “Tentu saja Nenek memaafkanmu.”

“Terima kasih, Nek,” Antok memeluk Nenek dengan sayang.

Kini hatinya terasa lega. Antik tidak bisa sewenang-wenang pada dirinya lagi.

Oleh: Joni

Bobo, 17 Juni 1999

Sebuah kereta yang melewati jalanan berliku-liku tiba-tiba dihentikan. Sais kereta menarik tali kekang kuat-kuat. Seorang lelaki tinggi, bertopeng menodongkan sepucuk senapan panjang. Dipinggangnya tergantung dua buah pistol dan sebuah pedang pendek. Terdengar suara nyaring tapi lembut dari suatu tempat.

“Maaf, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya. Hentikanlah perjalanan anda sejenak. Serahkan uang, arloji serta perhiasan anda sekalian. Bila tidak, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Atau jika anda menodong saya dan saya mundur, anak buah sayalah yang akan menembak kereta ini!” Ujar pria perampok itu dengan suara Iembut.

Sebelah tangannya menunjuk ke semak-semak. Tampak beberapa perampok berjaga-jaga dengan senapan dibidik ke arah kereta itu. Di dalam kereta itu sebenarnya terdapat sejumlah lelaki bersenjata. Namun tidak ada yang berani melawan. Karena perampok itu mempunyai banyak anak buah.

Penumpang kereta itu terdiri dari bangsawan dan saudagar besar. Mereka terpaksa menyerahkan barang-barang mereka. Sang perampok memasukkannya ke dalam karung besar lalu membungkuk minta diri untuk bergabung dengan pasukannya. Kereta pun dipersilakan meneruskan perjaianan.

“Semoga Anda selamat sampai ke tujuan!” salam si perampok.

Perampok itu dikenal dengan nama Balufii. la meneror daerah celah pegunungan Umbrian di Italia. Namanya sangat termasyhur. Dia sangat sopan terhadap korbannya. Selalu muncul sendirian, sementara anak buahnya menjaganya dari kejauhan. Balufii pernah berkata bahwa ia sengaja tak membawa anak buahnya sebab,

“Mereka adalah bandit-bandit kasar yang haus darah!” ujarnya.

Selama bertahun-tahun Baluffi dan kelompoknya membuat para pengelana di daerah itu ketakutan. Suatu kali, sebuah kereta melintasi celah pegunungan Umbrian itu. Salah seorang penumpangnya adalah seorang tukang emas yang pemberani. la dalam perjalanan ke Roma, mengantar sebuah kalung yang sangat berharga.

Ketika Baluffi muncul di sisi jendela, tukang emas itu mencabut pistolnya. Namun rekan-rekan seperjalanannya merebut pistol itu. Sebab merasa khawatir Baluffi akan marah dan membunuh mereka. Penumpang lainnya lebih suka harta mereka diambil daripada dibunuh. Balufii menyeret tukang emas itu keluar dari kereta. Pakaiannya diperiksa. Kalung berharga yang disembunyikan di balik gespernya langsung diambil. Perampok itu iuga meminta barang-barang – berharga milik penumpang lainnya.

Tak seorang pun cedera dalam peristiwa itu. Kereta pun meneruskan perjalanannya. Sampai di pos pemberhentian berikut, tukang emas tadi melihat kereta berisi sepasukan tentara. Segera ia menemui perwira pimpinan pasukan itu. La menceriiakan kejadian yang baru saja dialaminya.

Lalu katanya, “Mari kita kembali ke ternpat i1u. Barangkali rombongan perampok itu belum pergi jauh. Atau mungkin sedang menunggu kereia iain Iewat.”

Nama Balufii memang sangat terkenal saat itu. Pemerintah menjanjikan sejumlah besar uang bagi siapa yang bisa menangkapnya, hidup atau mati. Sang perwira tergiur oleh janji hadiah itu. Maka ia pun menyiapkan anak buahnya untuk menembak perampok terkenal itu. Tukang emas menyamar sebagai wanita, la naik sebuah kereia, ditemani seorang serdadu berpakaian preman. Sisanya adalah tentara yang menyamar. Serombongan tentara mengikuti kereta dari beiakang. Keiika kereta tiba di tempat kejadian, para prajurit menyembunyikan diri di kelokan jalan. Baluffi pun muncul dari balik rimbunan semak.

Dihentikannya kereia itu sambil berkata, “Serahkan harta-benda kalian! Kalau iidak, anak buahku akan mencederai kalian.”

Hasil gertakannya tidak seperti yang diharapkan. Wanita itu tiba-tiba bangkit dan menyerang Balufii. Pengiringnya pun turun memberi bantuan. Baluffi merasa jiwanya terancam. la segera meiepaskan tembakan. Sebutir peluru menembus lengan sang putri, Baluffi pun lari menuju ke semak. Namun aneh, tak ada anak buahnya yang bertindak memberi bantuan. Mereka diam saja di sernak-semak. Barangkali menunggu aba—aba pimpinan.

Balufii kembali berleriak, “Mundur kalianl Kalau tidak, anak buahku akan menembak kalianl”.

Namun gertakannya tak berarti. Para serdadu langsung memuntahkan tembakan. Baluifi terkena peluru. Tubuhnya oleng dan tersungkur tak berdaya di tanah. Meskipun sudah begitu anak buahnya tetap tidak berbuat apa-apa. Mereka telap tenang, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Setelah diperiksa, ternyata anak buah Baluffi itu hanya orang-orangan yang diberi pakaian, senjata, dan diletakkan di balik sesemakan. Dari jauh mereka memang seperti manusia sungguhan. Hasil rampokan Balufii ditemukan di sebuah gua. Kantung yang menjadi tanggung jawab tukang emas berhasil kembali ke tangannya. Luka di lengannya tidak parah. Kedatangannya disambut dengan meriah. Ia dielu-elukan sebagai pahlawan. (Junarti)

Bobo, 17 Juni 1999


Punya Lagu dan Chord anak-anak?

Ayo berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lagu anak-anak agar dapat diperdengarkan kembali oleh mereka.

Jika kamu memiliki Lirik dan Chord lagu anak-anak yang belum ada di blog ini. Kamu bisa kirimkan ke email saya di contact@ridwanhanif.com

Ayo selamatkan generasi penerus bangsa dengan memberikan mereka porsi hiburan yang sesuai, Terima kasih!

"Makan Ayam"